Artikel

Inilah Kompetensi Absolut Pengadilan Agama

oleh Dr. H. Chazim Maksalina, M.H.

Ketua Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo

 

Kata kewenangan bisa diartikan kekuasaan  sering juga disebut juga  kompetensi  atau dalam bahasa Belanda disebut competentie  dalam Hukum Acara Perdata biasanya menyangkut 2 hal yaitu kompetensi absolut dan kompetensi relatif .


Kompetensi absolut Pengadilan Agama adalah kekuasaan Pengadilan Agama yang berhubungan dengan jenis perkara yang menjadi kewenangannya.


Kompetensi relatif Pengadilan Agama dalam arti sederhana adalah kewenangan Pengadilan Agama yang satu tingkat atau satu jenis berdasarkan wilayah.

Contoh Pengadilan Agama Kabupaten Gorontalo dengan Pengadilan Agama Tilamuta. Dalam hal ini antara Pengadilan Agama Kabupaten Gorontalo dan Pengadilan Agama Tilamuta adalah satu jenis dalam satu lingkungan dan satu tingkatan yaitu tingkat pertama.


Jelasnya lingkup peradilan Agama terdiri atas Pengadilan Agama tingkat Pertama yang berkedudukan di Ibu Kota Kabupaten atau Kota yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah Kabupaten atau Kota  tersebut dan Pengadilan Tinggi Agama yang merupakan pengadilan tingkat banding berkedudukan di Ibu Kota Provinsi, wilayah hukumnya meliputi seluruh Pengadilan Agama Tingkat Pertama di Provinsi tersebut.


Pasal 49 UU No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memtus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orag yang beragama Islam di bidang:
1. Perkawinan
    2. Waris
    3. Wasiat
    4. Hibah
    5. Wakaf
    6. Zakat
    7. Shadaqah, dan
    9. Ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syari’ah , melainkan juga di bidang ekonomi syari’ah lainnya.


Yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam  adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini.


Yang dimaksud dengan perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, antara lain:
1. Izin beristri lebih dari seorang
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat.


3. Dispensasi kawin
4. Pencegahan perkawinan
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
6. Pembatalan perkawinan
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri
8. Perceraian karena talak
9. Gugatan perceraian
10. Penyelesaian harta bersama
11. Penguasaan    anak-anak
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya.
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isrti atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri.
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua.
16. Pencabutan kekuasaan wali
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannnya
20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam
21. Tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan dijalankan menurut peraturan lain.

Yang dimaksud dengan  waris  adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapan yang menjadi ahli waris, serta bagian masing-masing ahli waris.


Hakim Agung kamar agama Dr.H. Purwosusilo,S.H.,M.H (sekarang sudah purna per Oktober 2024) pernah mengingatkan agar hakim lebih berhati-hati dalam pelaksanaan sidang di luar gedung pengadilan dalam perkara penetapan ahli waris dibandingkan dengan perkara biasa. "Perlu kehati-hatian extra dalam penangan perkara peneratapn ahli waris, mengingat persoalan ini terkait juga dengan hak kepemilikan harta peninggalan".


Dalam UU No 3 Tahun 2006 pasal 49 huruf b dijelaskan bahwa Pengadilan agama berwenang menetapkan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris dan penentuan bagian-bagiannya.


Yang dimaksud dengan wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga atau badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.


Yang dimaksud dengan hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.


Yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau selamanya atau untuk jangka waktu tertentu

Yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.


Yang dimaksud dengan infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu wata’ala.


Yang dimaksud dengan shadaqah adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga atau badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu wata’ala.


       Yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
1. Bank syariah
2. Lembaga keuangan mikro syari’ah
3. Asuransi syari’ah
4. Reasuransi syari’adana
5. Reksa dana syari’ah
6. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah
7. Sekuritas syari’ah
8. Pembiayaan syariah
9. Pegadaian syari’ah
10. Dana pension lembaga keuangan syari’ah, dan
11. Bisnis syari’ah.


Sengketa Milik Pasal 50 UU No.3 Tahun 2006:
(1). Dalam hal terjadi sengketa milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
(2). Apabila terjadi sengketa milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragana Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:


Ketentuan ini memberi wewenang kepada Pengadilan Agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam. Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu penyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa milik atau keperdataan lainnya tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di Pengadilan Agama


Sebailknya apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subjek bersengketa di Pengadilan Agama, sengketa di pengadilan Agama ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di lingkungan Peradilan Umum. Penangguhan dimaksud hanya dilakukan jika pihak yang bereberatan telah mengajukan bukti ke Pengadilan Agama bahwa telah didaftarkan gugatan di pengadilan negeri terhadap objek sengketa yang sama dengan sengketa di Pengadilan Agama


Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait dengan objek sengketa yang diajukan keberatannya, Pengadilan Agama tidak perlu menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak terkait dimaksud.


Dalam hal sengketa kepemilikan yang timbul akibat dari transaksi kedua dan seterusnya, maka sengketa kepemilikan tersebut merupakan kewenanganperadilan umum untuk memutus dan mengadili (SEMA No.4/2016).
Semoga bermanfaat.


 Wallahu a'lam bi showab
 Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi wa sallim ajma'in