Artikel

Kesederhanaan Keniscayaan Hakim dan Keluarga

oleh Dr. H. Chazim Maksalina, M.H.

Ketua Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo


 
                Belum lama ini tepatnya tanggal 15 Mei 2025 Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana Aparatur Peradilan Umum. Aturan ini berlaku juga untuk seluruh keluarga aparatur peradilan umum.


             Meskipun SEMA ini yang menerbitkan Dirjen Peradilan Umum dan ditujukan bagi hakim dan aparatur  peradilan umum, namun juga pasti berdampak bagi seluruh hakim dan aparat peradilan lainnya yang berada di bawah Mahkamah Agung.


                "Setiap individu berhak untuk meningkatkan kualitas hidupnya melalui cara-cara yang sah dan tidak bertentangan dengan hukum. Demikian pula bagi aparatur peradilan umum juga memiliki hak atas kesejahteraan, yang diperoleh dari sumber yang sah dan halal,”


                "Seluruh aparatur peradilan dan keluarganya wajib menjalani hidup sederhana, bersahaja, dan berintegritas, dengan menjunjung kepatutan, kewajaran, serta kehati-hatian dalam aktivitas sosial dan gaya hidup," demikian di antara bunyi dalam paragraf surat edaran tersebut.


             Ada 11 poin komitmen yang harus dijalani oleh aparatur peradilan umum beserta keluarga.
Pertama, menghindari gaya hidup yang berfokus mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas (hedonisme).


 Kedua, menghindari perilaku konsumtif dengan tidak membeli, memakai dan memamerkan barang-barang mewah serta menghindari kesenjangan dan kecemburuan sosial dengan tidak mengunggah foto atau video pada media sosial yang mempertontonkan gaya hidup berlebihan.    


Ketiga, melaksanakan acara perpisahan, purnabakti dan kegiatan seremonial lainnya secara sederhana tanpa mengurangi makna dan kekhidmatannya.   


Keempat, melaksanakan acara yang sifatnya pribadi atau keluarga dengan sederhana dan tidak berlebihan serta tidak dilaksanakan di lingkungan kantor dan tidak menggunakan fasilitas kantor.           

Kelima, menggunakan fasilitas dinas hanya untuk menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.         Keenam, membatasi perjalanan ke luar negeri di luar tugas kedinasan.


 Ketujuh, menolak pemberian hadiah atau keuntungan atau memberikan sesuatu yang diketahui atau patut diketahui berhubungan langsung atau tidak langsung dengan jabatan dan/atau pekerjaannya.


 Kedelapan, tidak memberikan pelayanan dalam bentuk apapun termasuk dan tidak terbatas pada pemberian cindera mata, pemberian oleh-oleh, jamuan makan, pembayaran tempat penginapan dan lain sebagainya kepada pejabat/ pegawai Direktorat Badilum yang berkunjung ke daerah dalam rangka kedinasan maupun di luar kedinasan.

Kesembilan, menghindari tempat tertentu yang dapat mencemarkan kehormatan dan/atau merendahkan martabat peradilan.  Antara lain lokasi perjudian, diskotik, klub malam atau tempat lain yang serupa.


 Kesepuluh, menyesuaikan dan menyelaraskan setiap perilaku berdasarkan norma hukum, agama dan adat istiadat masyarakat setempat.  Kesebelas, memberikan pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat dalam menjaga marwah peradilan.


           Inilah pentingnya pola hidup sederhana sebagai bagian dari integritas pribadi dan institusional aparatur peradilan. Tak saja secara personal aparatur, tapi beserta keluarga wajib berkomitmen menjalani kehidupan yang mencerminkan kesederhanaan, hingga kehati-hatian dalam setiap aktivitas sosial maupun gaya hidup yang ditampilkan.


             Surat edaran tersebut sebaiknya tidak hanya berhenti sebagai himbauan administratif, tetapi diiringi dengan mekanisme pengawasan dan evaluasi yang konkret, termasuk melalui audit kepatuhan terhadap LHKPN dan gaya hidup para hakim secara berkala.


Wallahu a'lam bi showab
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in